Senin, 02 April 2012

pendidikan pra sekolah, pentingkah???

KOMPAS.com - Pendidikan yang diwajibkan pemerintah memang sekolah dasar. Hal ini tak jarang membuat para orang tua akhirnya berpikir untuk menyekolahkan anak mereka dari sekolah dasar saja. Namun, pendidikan sebaiknya tidak hanya dimulai ketika usia "formal" sang anak untuk mengenyam sekolah dasar sudah mencukupi. Karena, pendidikan anak sebenarnya sudah diawali semenjak lahir.

 Sadar atau tidak, kita sering bercanda dengan bayi yang baru lahir, dan ini sebenarnya adalah proses mendidik anak. Usia 0-2 bulan merupakan periode golden age, dimana otak anak akan mulai berkembang.
Mendidik anak dengan cara yang benar pada masa-masa ini akan membuat anak terbiasa untuk belajar dan mulai mengenal lingkungan sekitarnya sedikit demi sedikit.

 Di usia sekitar 18 bulan-4 tahun, otak anak pun akan turut berkembang dan memiliki rasa ingin tahu yang semakin besar. Di usia ini, anak-anak sudah mulai mulai bisa bicara per kalimat, dan sudah mengenal banyak hal. Namun, sayangnya jika tak diarahkan dengan benar, pengetahuan anak tak akan bertambah. "Di usia ini, anak sudah mulai paham dengan berbagai hal di sekitarnya, cara berkomunikasinya pun sudah berkembang. Sayang sekali jika harus terhambat karena penanganan yang kurang tepat," tukas Lely Tobing, Direktur Twinkle Stars, saat open house di lembaga pendidikannya di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, Sabtu (10/9/2011). Di sinilah letak pentingnya pendidikan prasekolah.

 Di lingkungan prasekolah, otak anak distimulasi untuk siap belajar di jenjang selanjutnya, kemandirian mereka dilatih dalam format bermain yang terarah. "Bermain juga merupakan salah satu mediator untuk mendapatkan informasi dengan rileks dan menyenangkan untuk anak," tambah Lely. Dengan adanya pendidikan prasekolah, anak-anak mulai usia 18 bulan-6 tahun dididik untuk belajar berbagai hal sesuai dengan usia dan kemampuan perkembangan otaknya. Mereka juga dilatih untuk mempersiapkan diri memasuki masa sekolah. Misalnya, di usia 3 tahun, anak yang mengikuti pendidikan prasekolah sudah diperkenalkan dengan alat tulis, dan cara menggunakannya.

 Dengan demikian, ketika sudah duduk di sekolah dasar, ia sudah mengerti cara memegang alat tulis dan menulis dasar. Sehingga, biasanya anak yang mendapatkan pendidikan prasekolah lebih siap melanjutkan proses belajarnya. Pendidikan prasekolah selain mendidik anak sambil bermain, umumnya juga berfokus pada pengembangan kemandirian, kedisiplinan, dan yang paling penting adalah kehidupan sosial pada anak. Di sini, anak-anak juga diajarkan bagaimana hidup bermasyarakat sembari bermain berkelompok dan teman-teman lainnya. "Dengan demikian, anak-anak bisa mengambil pelajaran bahwa manusia hidup bersama dengan manusia lainnya, dan harus saling membantu serta bisa hidup mandiri," tukasnya.

CIRI-CIRI ANAK PRA SEKOLAH ATAU TK

Ciri-ciri Anak Prasekolah atau TK Ciri Anak Prasekolah atau TK – Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial, dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma- norma kehidupan bermasyarakat. Anak Prasekolah atau TK Dalam proses perkembanganya ada ciri-ciri yang melekat dan menyertai periode anak tersebut. Menurut Snowman (1993 dalam Patmonodewo, 2003) mengemukakan ciri-ciri anak prasekolah (3-6 tahun) yang biasanya ada TK.

Ciri-ciri anak TK dan prasekolah yang dikemukakan meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif.

1) Ciri Fisik Anak Prasekolah Atau TK.
  • Penampilan maupun gerak gerik prasekolah mudah dibedakan dengan anak yang berada dalam tahapan sebelumnya.
  •  Anak prasekolah umumnya aktif. Mereka telah memiliki penguasaan atau kontrol terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri. Setelah anak melakukan berbagai kegiatan, anak membutuhkan istirahat yang cukup, seringkali anak tidak menyadari bahwa mereka harus beristirahat cukup. Jadwal aktivitas yang tenang diperlukan anak. 
  • Otot-otot besar pada anak prasekolah lebih berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan. Oleh karena itu biasanya anak belum terampil, belum bisa melakukan kegiatan yang rumit seperti misalnya, mengikat tali sepatu. 
  • Anak masih sering mengalami kesulitan apabila harus memfokuskan pandangannya pada obyek-obyek yang kecil ukurannya, itulah sebabnya koordinasi tangan masih kurang sempurna. Walaupun tubuh anak lentur, tetapi tengkorak kepala yang melindungi otak masih lunak (soft). 
  • Hendaknya berhati-hati bila anak berkelahi dengan teman-temannya, sebaiknya dilerai, sebaiknya dijelaskan kepada anak-anak mengenai bahannya. walaupun anak lelaki lebih besar, anak perempuan lebih terampil dalam tugas yang bersifat praktis, khususnya dalam tugas motorik halus, tetapi sebaiknya jangan mengkritik anak lelaki apabila ia tidak terampil, jauhkan dari sikap membandingkan anak lelaki-perempuan, juga dalam kompetisi ketrampilan seperti apa yang disebut diatas. 
2) Ciri Sosial Anak Prasekolah atau TK
  • Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau dua sahabat, tetapi sahabat ini cepat berganti, mereka umumnya dapat cepat menyesuaikan diri secara sosial, mereka mau bermain dengan teman. Sahabat yang dipilih biasanya yang sama jenis kelaminnya, tetapi kemudian berkembang sahabat dari jenis kelamin yang berbeda. 
  • Kelompok bermain cenderung kecil dan tidak terorganisasi secara baik, oleh karena kelompok tersebut cepat berganti-ganti. Anak lebih mudah seringkali bermain bersebelahan dengan anak yang lebih besar. Parten (1932) dalam social participation among praschool children melalui pengamatannya terhadap anak yang bermain bebas di sekolah, dapat membedakan beberapa tingkah laku sosial:
 a) Tingkah laku unoccupied anak tidak bermain dengan sesungguhnya. Ia mungkin berdiri di sekitar anak lain dan memandang temannya tanpa melakukan kegiatan apapun.
 b) Bermain soliter anak bermain sendiri dengan menggunakan alat permainan, berbeda dari apa yang dimainkan oleh teman yang berada di dekatnya, mereka berusaha untuk tidak saling berbicara.
c) Tingkah laku onlooker anak menghasilkan tingkah laku dengan mengamati. Kadang memberi komentar tentang apa yang dimainkan anak lain, tetapi tidak berusaha untuk bermain bersama.
 d) Bermain pararel anak-anak bermain dengan saling berdekatan, tetapi tidak sepenuhnya bermain bersama dengan anak lain, mereka menggunakan alat mainan yang sama, berdekatan tetapi dengan cara tidak saling bergantung.
e) Bermain asosiatif anak bermain dengan anak lain tanpa organisasi. Tidak ada peran tertentu, masing-masing anak bermain dengan caranya sendiri-sendiri.
 f) Bermain Kooperatif anak bermain dalam kelompok di mana ada organisasi. Ada pemimpinannya, masing-masing anak melakukan kegiatan bermain dalam kegiatan, misalnya main toko-tokoan, atau perang-perangan.

 3) Ciri Emosional Anak Prasekolah atau TK Anak TK cenderung mngekspreseikan emosinya dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia tersebut. Iri hati pada anak prasekolah sering terjadi, mereka seringkali memperebutkan perhatian guru.

 4) Ciri Kognitif Anak Prasekolah atau TK
 Anak prasekolah umumnya terampil dalam berbahasa. Sebagian dari mereka senang berbicara, khususnya dalam kelompoknya, sebaiknya anak diberi kesempatan untuk berbicara, sebagian dari mereka dilatih untuk menjadi pendengar yang baik. Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, mengagumi dan kasih sayang. Ainsworth dan Wittig (1972) serta Shite dan Wittig (1973) menjelaskan cara mengembangkan agar anak dapat berkembang menjadi kompeten dengan cara sebagai berikut:
a) Lakukan interaksi sesering mungkin dan bervariasi dengan anak.
b) Tunjukkan minat terhadap apa yang dilakukan dan dikatakan anak.
c) Berikan kesempatan kepada anak untuk meneliti dan mendapatkan kesempatan dalam banyak hal. Berikan kesempatan dan dorongan maka untuk melakukan berbagai kegiatan secara mandiri.
a) Doronglah anak agar mau mencoba mendapatkan ketrampilan dalam berbagai tingkah laku.
b) Tentukan batas-batas tingkah laku yang diperbolehkan oleh lingkungannya.
c) Kagumilah apa yang dilakukan anak.
d) Sebaiknya apabila berkomunikasi dengan anak, lakukan dengan hangat dan dengan ketulusan hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar